Wednesday, January 13, 2016

Review Game Final Fantasy 13 (PC version)



Final Fantasy 13 sebenarnya udah lama rilisnya, sekitar tahun 2009. Tapi saya baru menamatkannya sekarang. Karena sejak pertama kali mencoba game ini di konsol PS3 di awal-awal rilisnya, game ini nampak membosankan. Elemen JRPG-nya hampir gak ada, ya macam game adventure dengan linear path.

Tapi, demi kecintaan saya terhadap serial Final Fantasy, jadilah saya mainkan game ini lagi yang versi steam yang baru rilis 2013 silam.

Berdarah-darah dan berderu airmata dalam usaha saya menamatkan game ini. Bukan karena jalan cerita atau adegan yang menyentuh atau apalah-apalah, namun karena 80% progres di game ini sangat membosankan. Gak ada eksplorasi ke secret dungeon (eksplorasi cuma bisa di chapter 11 dan itu udah hampir tamat, wait, what?!), gak ada side quest yang berhubungan dengan main story, gak ada NPC yang memorable. Flat. Iya, semua flat. pppffff!

Sekilas dari main story-nya adalah begini;

Ada beberapa istilah yaitu cocoon, grand pulse, fal'cie, pulse fal'cie dan ci'eth

Cocoon itu ibaratnya bumi di game itu. sedangkan pulse itu 'alam gaib' dunia para monster yg ditakutkan menginvasi cocoon.
 

Kalo fal'cie itu semacam nabi yg membawa perintah dari sang pencipta dan pembuat takdir.

Lalu ada pulse fal'cie, manusia yg dipaksa jd pesuruh sang fal'cie(nabi) buat menyelesaikan misi2 di dunia. kalo gagal, jadinya ci'eth(monster) dan jiwanya tidak akan tenang. kalo berhasil, dia dihadiahi hidup abadi tp dalam bentuk kristal.


Garis besar ceritanya seperti ini; Tokoh utama Lightning beserta kawan-kawannya berusaha melawan takdir yang disusun oleh sang pencipta yang ingin memusnahkan manusia dengan berbagai cara. Kenapa? Mainkan game-nya untuk tahu jawabannya. hehehe

Untuk storyline-nya sih gak buruk-buruk amat. Cuman ya gak mengesankan kayak FF7, FF8, dan FF12.

Dari segi grafik, untuk game yang keluar di tahun 2009, presentasinya cukup menakjubkan. CGI smooth khas SquareEnix. Gak ada komplain untuk masalah ini.

Dari segi voice akting, ada beberapa percakapan yang terasa kurang berjiwa. Emosinya datar.

Dari segi soundtrack, ini masalah selera sih, namun saya gak terlalu suka dengan soundtrack FF13 ini. Masih kalah telak sama soundtrack FF8.


Dan yang paling penting adalah dari segi gameplay. Battle-nya cukup menyenangkan, makin ke belakang, makin susah, makin ngasih tantangan. Boss battle-nya cukup kampret, tapi itu yang bikin genre JRPG lebih oke dibanding WRPG, tantangannya bikin nge-grind level karakter gak sia-sia. 
Monster-monster gigantic di akhir-akhir game bikin penasaran buat ngalahinnya.

Ya, itu aja review dari saya. kalo disuruh ngasih nilai keseluruhan sih, ya maaf aja SquareEnix, game ini cuma bernilai 6 dari 10. 


 
[SPOILER]testestes[/SPOILER]

Thursday, January 7, 2016

Role Playing Blog: Magus dan Kebangkitan Dewa



Bagian 1: Musnahnya Kerajaan Sandeey (part 1)


 “Sudah selesai?!” tanya Serel, gadis berbaju zirah yang terbuat dari baja, pakaian perang khas kerajaan Sandeey kepada seorang pemuda yang mengenakan jubah hijau pekat di sampingnya yang terlihat sedang merapalkan mantra dari bibirnya. Wajah gadis itu terlihat sangat panik.

Garyan tersenyum dan menjeda rapalan mantranya,”Apa yang terjadi pada Serel sang komandan pasukan elit termuda kerajaan Sandeey? Tidak biasanya terlihat panik seperti ini?” godanya kemudian.

Wajah Serel berubah menjadi sangat frustrasi. “Selesaikan saja mantramu, Garyan sang magus kepercayaan raja! Aku sedang tidak tertarik pada candaanmu,” sahutnya sambil menghembuskan napas berat. “Kita harusnya melindungi raja saat ini, bukannya malah terperangkap di dalam lubang sialan ini!” sambungnya lagi sambil menebaskan pedang mitrilnya ke dinding berbatu di sekitarnya hingga menimbulkan percikan api.

Serel dan Garyan terjebak ke dalam lubang bawah tanah sedalam dua puluh meter dari permukaan. Sebelumnya mereka bertarung melawan monster dan binatang buas yang tiba-tiba menyerang kerajaan Sandeey. Garyan, seorang magus kelas atas kerajaan sedang merapalkan mantra sihir untuk memulihkan kekuatannya dan membawa mereka keluar dari lubang itu.

Di tengah percakapan, secara tak terduga, seekor laba-laba raksasa melompat dari atas tepat menuju Garyan. Dengan cepat Serel melompat menerjang tubuh Garyan untuk menyelamatkannya dari serangan sang laba-laba raksasa. Namun kuku tajam sang laba-laba berhasil mengoyak baju Zirah Serel hingga melukai punggungnya dan membuat gadis itu tersungkur di atas tanah.

“SEREL!” teriak Garyan. “Laba-laba busuk!” makinya dengan amarah. Kemudian Garyan mengambil ancang-ancang dan mengarahkan kedua telapak tangannya di hadapan laba-laba itu. “Ignicius!!” pekiknya, kemudian muncullah sambaran api yang sangat besar dari sela-sela telapak tangannya, membakar habis sang laba-laba raksasa.

Setelah memastikan laba-laba itu mati, Garyan segera memangku tubuh Serel dengan kedua tangannya. “Bertahanlah, Serel, aku akan membawa kita keluar dari lubang sialan ini segera,” ucapnya dengan nada setengah berbisik. “Aelius,” rapalnya kemudian.

Seketika muncul pusaran angin dari kaki Garyan, membawa mereka melayang di udara dan membawa mereka keluar dari lubang itu.