Jam dua belas malam. Apanya yang jam dua belas? Sial! Aku tidak bisa mengingat apapun kecuali kalimat itu. Aku bahkan tidak ingat kenapa aku ada di tempat ini. Dan rasanya tubuhku lelah sekali, seperti habis berlari ribuan kilometer.
Apa yang terjadi sesungguhnya? Duh, kepalaku keliyengan.
Aku terbangun di tempat asing dan gelap ini beberapa menit yang lalu. Dengan kondisi hilang ingatan sebagian. Maksudku, aku ingat siapa aku, di mana aku tinggal, tapi aku sama sekali tidak ingat kenapa aku di sini sekarang.
Kuambil ponsel dari saku. Tertera di sana tanggal 6 Maret jam dua belas lewat satu menit. Aku tak menemukan bar sinyal. Sial!
Kugunakan torch dari ponsel itu untuk menerangi sekitar tempat aku berada sekarang. Setelah kumelihat sekeliling, perutku langsung mual! Tempat ini sangat mengerikan. Noda yang seperti darah berlumuran di mana-mana, dan aku baru menyadari bau amis yang menusuk.
Aku berjalan entah ke mana. Tak tahu tujuan, yang aku tahu aku harus mencari jalan keluar dari tempat busuk ini. Tempat ini seperti sebuah hotel yang sudah tidak digunakan lagi. Lantai marmernya menguning dan atapnya dipenuhi sarang laba-laba.
Aku terus berjalan ke depan melewati beberapa pintu di sisi kanan dan kiriku, Pintunya terbuat dari besi, catnya mengelupas dan sekarang hanya dihiasi karat. Dan lagi-lagi ada noda darah di setiap gagang pintu itu.
Kreekkk! Bunyi sebuah pintu terbuka pelan di sebelah kananku. Tertulis 202 di bagian atas pintu itu. Lututku lemas, jantung berdegup tak karuan, tanganku seakan mati rasa. Aku punya pilihan untuk melihat ke dalam ruangan menyeramkan itu, atau tetap berjalan ke depan.
Apa yang harus kulakukan?
Kumelangkah ke dalam ruangan. Bau apek dan amis lebih kuat di dalam sini. Kuarahkan torch ke semua penjuru ruangan. Tiba-tiba terdengar suara isakan di bawah ranjang di ruangan itu. Kutelan ludah dan beranikan diri merunduk untuk melihat apa yang ada di bawah sana.
Terlihat samar-samar sosok anak perempuan tiarap dan sedang menangis. "Hey, sedang apa kau di sini? Keluarlah. Cerita padaku. Ayo kita keluar dari tempat menyeramkan ini," ujarku. lalu kuulurkan tanganku untuk menjangkau anak itu, sebuah tindakan yang aku sesali.
"Aaarrggghh! apa yang kau lakukan?!" pekikku. Anak itu menggigit jari telunjukku dengan sangat keras. Sakit sekali, rasanya sampai mau putus. Refleks, kuarahkan torch ke wajahnya. Terlihat jelas sekarang anak itu tak mempunyai mata, bahkan dari rongga matanya keluar puluhan kelabang. Kemudian keluar asap dari wajahnya it, lalu kepalanya mulai mencair seperti magma panas. Aku tak sempat menarik tanganku yang digigitnya tadi sehingga tanganku melepuh dan terbakar oleh cairan itu.
Kejadiannya cepat sekali. Sekarang cairan itu sudah melumat tangan hingga punggungku. Kumelihat hanya tersisa tulang sekarang. Lalu mulai menjalari leher dan wajahku...
END. YOU DIE. BYE!
Aku tidak akan bertindak gila dengan memasuki ruangan seram itu!
Kuteruskan langkahku hingga sampai pada sebuah tangga darurat yang menuju ke atas atau ke bawah. Tentu aku menuju ke bawah. Aku ingin keluar dari tempat ini secepatnya!
Melangkah hati-hati sambil mengedarkan pandangan ke semua penjuru. Terlihat di sebuah dinding bertuliskan, "Lantai B3."
Lantai B3? Oh, sial, aku salah arah. Harusnya kunaik ke atas.
Aku pun membalik badan untuk menuju tangga yang satunya. Ke atas. Tapi saat berbalik, tiba-tiba ada sosok anak laki-laki di depanku. Tentu membuatku terperanjak hampir terjungkal.
Anak itu tampak normal. Wajahnya cerah dan bajunya bersih. "Kamu bodoh, ya? Kenapa kamu beraninya memasuki kamar Von dan Vin Lesauch? Rasa penasaran adalah pembunuh yang paling kejam, tau?" tanyanya.
Aku sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakannya. "Apa maksudmu? Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ada di sini."
Anak itu menggeleng, "Sudah tiga belas tahun sejak terakhir kali ada orang memasuki kamar Von dan Vin. Von akan senang sekali bermain denganmu. Jika ingin selamat, ikutlah denganku."
"Von dan Vin? Siapa mereka? Bermain apa? Apa yang kau bicarakan? Kau siapa?" berondongku dengan pertanyaan pada anak itu.
"Perkenalkan, aku adalah Vin Lesauch. Von adalah saudari kembarku. Dia sangat nakal. Sangat-sangat nakal. Kamu tidak akan selamat jika bertemu dengannya. Ikutlah denganku," jawabnya sambil menyeringai.
Jika kulihat lagi, wajah anak itu mulai terlihat sedikit menakutkan. Apa yang harus kulakukan sekarang?
Sepertinya aku tidak punya pilihan. Rasa takutku akan sedikit berkurang jika ditemani oleh anak itu. Siapa tahu dia benar-benar bisa membantuku keluar dari tempat ini.
Aku pun mengiyakan ajakannya. "Sekarang, kita ke mana?"
Vin mengarahkan telunjukinya ke arah bawah anak tangga. "Ke sana."
"Bukannya di bawah adalah basement? Kita sedang di lantai B3, kan? Harusnya ke atas," saranku padanya.
"Aku tau tempat ini lebih baik dari kamu. Jalan keluarnya di sana. Cepatlah! Sebelum Von datang dan menemukan kita!" perintahnya.
Tidak tahu harus ke mana, aku pun mengikuti perintahnya. Aku berjalan cepat ke arah bawah hingga sampai pada sebuah lantai kosong dan gelap. Kuedarkan torch ke semua arah. Tak ada apapun. Hanya ruang kosong, berdebu dan kotor. "Vin, kau yakin di sini jalan keluarnya?" tanyaku.
"Iya..." jawabnya dari arah belakang kepalaku. Anehnya, suaranya terdengar sedikit berat dan benar-benar tepat berada di belakang telingaku. "Jalan keluar menuju alam baka!" sambungnya lagi sambil menggigit leherku.
Aku berontak dan berhasil melepaskan gigitannya dari leherku. Berbalik dan melihat tubuhnya yang kini sudah berubah menjadi sesosok binatang besar dan berbulu seperti manusia serigala. Tapi kepalanya tetap tidak berubah. Vin yang tadi kutemui. Ugh, sangat menyeramkan dan menjijikkan.
Makhluk itu mulai mendekat dengan napasnya yang memburu. "Darahmu segar...ayolah, aku minta lagi," katanya. Darah menetes dari bibirnya.
Sial, aku terperangkap di ruangan ini. Aku berlari dari makhluk itu hingga terpojok pada sebuah tembok.
Makhluk itu dengan cepat menyergapku. Mulutnya menyemburkan sesuatu ke wajahku. Rasanya panas sekali. Lalu dia menggigit kepalaku hingga otakku terburai...
END. YOU DIE. BYE!
Anak itu sangat mencurigakan. Tadi dia bilang apa? Sudah tiga belas tahun? Jika kuperhatikan, dia bahkan belum berusia sebelas tahun. Oh, sial. Jangan bilang dia adalah hantu penunggu tempat ini!
Tanpa pikir panjang, aku mendorong tubuh kecil Vin ke arah dinding dan berlari kencang melewatinya menaiki tangga.
Terdengar suara geraman dari arah belakangku. "Beraninya kamu menolak ajakanku! Akan kucabik-cabik tubuhmu!"
Sial, aku benar. Anak itu bukan manusia. Aku harus cepat keluar dari tempat ini!
Akhirnya aku berhasil naik sampai lantai B1, tinggal satu lantai untuk keluar dari tempat ini. Tapi sial, di depan akses menuju tangga sudah menunggu sesosok makluk berbentuk laba-laba raksasa tapi dengan kepala seorang anak perempuan. Ugh! Hantu yang menjijikan!
"Hai, mau bermain denganku?" tanya monster itu.
"Apa aku punya pilihan lain?" jawabku dengan pertanyaan, pasrah.
Monster laba-laba itu tertawa, lalu menembakan jaring-jaringnya ke kakiku. Buru-buru kurobek dengan kedua tanganku. Aku tidak ingin mati dimakan laba-laba raksasa. Aku pun berlari di dalam koridor hotel entah ke mana. Pokoknya jauh dari monster itu.
Tapi laba-laba itu bergerak cepat sekali menyusuri plafon. Dan melompat tepat di depanku. Ditembakkannya lagi jaringnya hingga membungkus tubuhku dan membuatku terguling di lantai. Kukira itu akan jadi hari terakhirku.
Setelah terguling, ada sesuatu menarik dan mengangkat tubuhku dari lantai. Dia mencakar tubuhku hingga mengoyak jaring laba-laba yang tadi menyelimutiku. Sekarang wajahnya tepat di hadapanku, itu adalah Vin. Anak laki-laki yang kutemui di tangga tadi. Tapi tubuhnya sudah berubah menjadi manusia serigala.
"Apa yang kamu lakukan, Vin?! Dia adalah bagianku!" sentak sang monster laba-laba kepada Vin yang sekarang berbadan besar, kekar dan penuh bulu.
"Sejak kapan ada peraturan dalam menetapkan mangsa, Von?" jawab Vin dengan nada mengolok. "Aku akan mencabik tubuhnya, meminum darahnya dan memakan otaknya!" sambung Vin.
"Tidak boleh! Aku menangkapnya duluan! Aku mau mengulitinya dan menjilati dagingnya!" balas Von.
Vin menggeram dan mulai mengangkat cakarnya siap menerkamku. Sheesshhh! Namun Jaring laba-laba ditembakkan oleh Von ke arah tangan Vin.
"Beraninya kamu!" Vin marah dan berlari ke arah Von, lalu menghamtam tubuh laba-laba raksasa itu dengan bahunya. Hingga Von terpelanting ke belakang.
Vin dan Von akhirnya bertarung dengan ganas. Melupakanku. Kurasa inilah kesempatan terakhirku untuk keluar dari tempat hantu ini. Aku berlari ke arah berlawanan menuju akses tangga darurat. Tinggal satu lantai lagi dan aku menemukan pintu keluar.
Aku terus berlari tanpa melihat ke belakang lagi. Hingga akhirnya melihat sebuat tulisan "Exit" di atas sebuah pintu.
Tapi tiba-tiba pintu terbuka dan muncul sosok lelaki berusia kira-kira lima puluh tahun dari baliknya. Oh, tidak. Jangan lagi.
"Siapa kau? Kenapa ada di sini? Bukankah aku sudah membuat larangan di depan pintu agar tak seorang pun masuk ke dalam kamarku?!" tanyanya dengan wajah penuh amarah.
"Kamar? Kamar apa?! Aku Geralt dan Sumpah! Aku tidak ingat sama sekali kenapa aku ada di tempat ini.
"Tentu saja kau tidak akan ingat. Karena kau sedang berada di hotel kutukan. Kedua anakku, Von dan Vin telah lama mati di hotel ini saat diserang oleh binatang buas yang dilepaskan ke dalam hotel oleh pesaing bisnisku. Dia tidak suka dengan kesuksesan hotelku hingga akhirnya bermain licik!" jelasnya panjang lebar.
"Aku minta maaf jika aku sudah mengganggu kalian. Tapi sekarang aku hanya ingin pulang..." pintaku hampir menangis.
"Ikutlah denganku," ajaknya. Lalu berjalan melewatiku menuju ke bagian dalam hotel. Ah, sial, lagi-lagi aku harus memilih.
Aku sudah berada tepat di depan pintu keluar, kenapa aku harus mengikuti lelaki itu. Siapa yang tahu dia akan berubah menjadi monster menjijikan apa lagi. Kuputuskan untuk mengabaikannya dan berlari melewati pintu.
Aku melangkah keluar pintu. Tapi...tidak ada apapun. Apapun. Benar-benar kosong. Hanya ruang kosong, gelap dan sunyi. Aku berbalik berharap bisa kembali ke dalam hotel dan mencari jalan keluar lain, tapi hotel itu pun sudah menghilang. Aku...sendirian sekarang. Sunyi dan hampa...ini benar-benar kutukan yang mengerikan.
Congratulation! You live but have no life! [Bad ending]
Aku tidak tahu harus percaya padanya atau tidak. Yang jelas, aku yakin bahwa tempat ini bukan berada pada dunia nyata. Dan sudah tentu sebuah pintu tidak akan bisa membawaku pulang. Harapanku hanyalah mengikuti lelaki itu dan menemukan cara mistis untuk pulang. Lagi pula, jika dia ingin membunuhku, dia sudah melakukannya dari tadi, dia tidak akan berjalan melewatiku.
"Tuan, kau siapa?"tanyaku, sambil terus menguntitnya dari belakang.
"Alexander Lesauch, pemilik hotel ini," jawabnya. "Aku sudah membuat kesalahan dengan tetap membiarkan hotel ini berdiri. Harusnya kuhancurkan sejak empat belas tahun yang lalu," sambungnya.
"Sekarang kita ke mana, dan apa yang akan kita lakukan, Tuan Lesauch?" tanyaku lagi
"Kita kembali ke tempat awal kau menyadarkan diri. Kamar 202 di lantai B2, kamar di mana Vin dan Von kehilangan nyawa mereka," jawabnya dengan suara bergetar.
Kembali ke bawah? Oh, tidak. Aku tidak ingin bertemu monster-monster itu lagi. "Tapi kau tahu kan, Tuan, jika anak-anakmu sudah berubah menjadi monster?" tukasku tanpa dipikir dulu. "Oh, maaf, bukan maksudku...maksudku..."
"Tidak apa-apa. Aku tidak menyalahkanmu. Aku yang sudah membuat mereka menjadi monster," balasnya, sekarang dengan nada sedikit terisak. Kurasa dia menangis.
Setelah beberapa lama berjalan, akhirnya kami sampai di lantai B2 dan di depan kamar 202.
"Oh, ayah...aku merindukanmu..." Kata subuah suara dari dalam kamar gelap itu.
"Aku juga merindukanmu, Ayah. Kamu meninggalkan kami selama tiga belas tahun di hotel terkutuk ini. Ayah ke mana saja selama ini?" Vin keluar dari kegelapan menghampiri kami dengan wujud anak kecilnya.
Diikuti oleh Von. "Bermain berdua tidak menyenangkan, Ayah. Apalagi Vin selalu berbuat curang!" adunya kepada Lesauch dengan polos.
Lesauch menangis sesenggukan. "Mungkin sudah saatnya kalian berhenti berhenti bermain. "
"Apa maksudmu, Ayah?" Vin mulai terlihat kesal. "Tiga belas tahun Ayah menghilang dan sekarang bilang kami tidak boleh lagi bermain?!" tubuh mungil Vin mulai bergerak tak karuan. Rambut dan bulu di sekujur tubuhnya memanjang.
"Geralt, bersiaplah!" perintah Lesauch padaku.
"Bersiap? Bersiap untuk apa?" tanyaku gelagapan.
"Vin, apa yang kamu lakukan?! Kamu mau melukai ayah?! Tenanglah, Vin!" teriak Von
"Aku tidak bodoh seperti kamu, Von. Ayah ke sini setelah tiga belas tahun bukan karena merindukan kita. Tapi karena dia ingin menyelamatkan orang ini!" lolong Vin sambil menunjuk ke arahku. "Setelah itu, dia akan menghancurkan hotel ini dan melenyapkan kita untuk selamanya!" Sekarang tubuh Vin sudah berubah total, kembali menjadi manusia serigala dengan tatapan buas.
Lesauch berlari menuju sebuah meja di dalam kamar itu dan mengambil sebuah buku. "Tangkap ini!" Lalu dilemparnya ke arahku. "Baca halaman terakhir di buku itu dan kamu akan kembali ke dunia nyata!"
Buku itu melewati kepalaku dan jatuh di lantai. Sial! Aku tidak boleh kehilangan tiketku untuk pulang! Aku meluncur di lantai untuk mengambil buku itu, tapi jaring laba-laba menghentikan tanganku untuk meraihnya.
"Ayah, kamu mengecewakan kami!" Sekarang Von yang mulai kesal di dalam tubuh laba-laba raksasanya.
Lesauch berlari ke arahku dan melepaskan tanganku dari jaring laba-laba itu. Namun kemudian Vin menerkamnya dan menyungkurkan tubuhnya ke sudut ruangan.
Aku merangkak meraih buku itu dan berhasil membuka halaman terakhirnya. Kubaca, dan tiba-tiba keluar cahaya sangat terang dari halaman buku itu. Lalu aku tak sadarkan diri
"Sayang, kembalilah. Kuciptakan dunia baru untuk kalian. Aku kan ada di dalamnya setiap jam dua belas malam.
Sayang, kembalilah. Ayah bawakan makanan. Ayah bawakan mainan."
Alexander Lesauch menulis kalimat ini di sebuah buku yang didapatkannya dari seorang dukun di Afrika. Siapapun yang membaca mantra ini akan terbawa ke sebuah dunia khayal di setiap jam dua belas malam.
Untuk kembali ke dunia nyata, seseorang harus membaca bagian akhir dari buku itu. Jika kau sudah terlanjur membaca mantra itu, jangan pejamkan matamu hingga melewati jam dua belas malam. Atau, siapa yang tahu apa yang akan terjadi padamu berikutnya...
Thursday, March 3, 2016
Kutukan Hotel Lesauch
Jam dua belas malam. Apanya yang jam dua belas? Sial! Aku tidak bisa mengingat apapun kecuali kalimat itu. Aku bahkan tidak ingat kenapa aku ada di tempat ini. Dan rasanya tubuhku lelah sekali, seperti habis berlari ribuan kilometer.
Apa yang terjadi sesungguhnya? Duh, kepalaku keliyengan.
Aku terbangun di tempat asing dan gelap ini beberapa menit yang lalu. Dengan kondisi hilang ingatan sebagian. Maksudku, aku ingat siapa aku, di mana aku tinggal, tapi aku sama sekali tidak ingat kenapa aku di sini sekarang.
Kuambil ponsel dari saku. Tertera di sana tanggal 6 Maret jam dua belas lewat satu menit. Aku tak menemukan bar sinyal. Sial!
Kugunakan torch dari ponsel itu untuk menerangi sekitar tempat aku berada sekarang. Setelah kumelihat sekeliling, perutku langsung mual! Tempat ini sangat mengerikan. Noda yang seperti darah berlumuran di mana-mana, dan aku baru menyadari bau amis yang menusuk.
Aku berjalan entah ke mana. Tak tahu tujuan, yang aku tahu aku harus mencari jalan keluar dari tempat busuk ini. Tempat ini seperti sebuah hotel yang sudah tidak digunakan lagi. Lantai marmernya menguning dan atapnya dipenuhi sarang laba-laba.
Aku terus berjalan ke depan melewati beberapa pintu di sisi kanan dan kiriku, Pintunya terbuat dari besi, catnya mengelupas dan sekarang hanya dihiasi karat. Dan lagi-lagi ada noda darah di setiap gagang pintu itu.
Kreekkk! Bunyi sebuah pintu terbuka pelan di sebelah kananku. Tertulis 202 di bagian atas pintu itu. Lututku lemas, jantung berdegup tak karuan, tanganku seakan mati rasa. Aku punya pilihan untuk melihat ke dalam ruangan menyeramkan itu, atau tetap berjalan ke depan.
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang terjadi sesungguhnya? Duh, kepalaku keliyengan.
Aku terbangun di tempat asing dan gelap ini beberapa menit yang lalu. Dengan kondisi hilang ingatan sebagian. Maksudku, aku ingat siapa aku, di mana aku tinggal, tapi aku sama sekali tidak ingat kenapa aku di sini sekarang.
Kuambil ponsel dari saku. Tertera di sana tanggal 6 Maret jam dua belas lewat satu menit. Aku tak menemukan bar sinyal. Sial!
Kugunakan torch dari ponsel itu untuk menerangi sekitar tempat aku berada sekarang. Setelah kumelihat sekeliling, perutku langsung mual! Tempat ini sangat mengerikan. Noda yang seperti darah berlumuran di mana-mana, dan aku baru menyadari bau amis yang menusuk.
Aku berjalan entah ke mana. Tak tahu tujuan, yang aku tahu aku harus mencari jalan keluar dari tempat busuk ini. Tempat ini seperti sebuah hotel yang sudah tidak digunakan lagi. Lantai marmernya menguning dan atapnya dipenuhi sarang laba-laba.
Aku terus berjalan ke depan melewati beberapa pintu di sisi kanan dan kiriku, Pintunya terbuat dari besi, catnya mengelupas dan sekarang hanya dihiasi karat. Dan lagi-lagi ada noda darah di setiap gagang pintu itu.
Kreekkk! Bunyi sebuah pintu terbuka pelan di sebelah kananku. Tertulis 202 di bagian atas pintu itu. Lututku lemas, jantung berdegup tak karuan, tanganku seakan mati rasa. Aku punya pilihan untuk melihat ke dalam ruangan menyeramkan itu, atau tetap berjalan ke depan.
Apa yang harus kulakukan?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment