Tuesday, June 3, 2014

Cinta Muda

Tnatangan Kampus Fiksi; Dialog VS Narasi.

Versi Dialog:



Leon menatapku. Tuhan, aku harus apa? Lelaki bermata purnama berwarna cokelat gelap itu selalu berhasil menenggelamkanku di dalam keindahannya. Tuhan, tolong aku!

“Apa?! Bicaralah. Aku nggak suka dipanggil lalu didiamkan.” Seperti biasa, Leon selalu memarahiku setiap bertemu dengannya. Tuhan, beri dia kemampuan untuk membaca pikiran, karena aku tidak sanggup mengatakan langsung perasaanku padanya.

“Sudahlah. Aku pergi dari sini!” Leon kesal.

“Oh, ya Tuhan. Le-Leon... tu-tunggu...” Aku menarik lengannya yang mulai beranjak dari hadapku.
Leon mendengus. “Cepatlah, Elisa. Aku harus masuk ke kelas sekarang!”

“A-aku hanya ingin memberikan ini...”  Kuperlihatkan CD musik The Script, band favoritnya, dari balik punggungku yang kusembunyikan dari tadi. “Se-selamat ulang tahun!” Oh, Tuhan, kenapa aku selalu tergagap bila berbincang dengannya.

“Aku nggak butuh hadiah dan ucapan ulang tahun dari kamu.” Ketusnya, lalu mengambil CD musik itu dan melemparnya ke lantai kantin sekolah. Kavernya pecah. Oh, Tuhan. Hatiku hancur.

Aku tahu hal buruk akan terjadi bila aku melakukan ini. Aku juga sangat paham Leon selalu kasar padaku. Tapi aku sangat menyukainya. Oh, Tuhan, jangan marah padanya. Sayangi dia seperti aku selalu menyayanginya setelah semua kebenciannya padaku selama ini.

Oh, Tuhan. Aku pasti sudah mempermalukan diriku sendiri. Aku bisa mendengar bisikan dan tawa yang memuat namaku di dalamnya.

“Ayo kita pergi dari sini.” Seseorang menarik tanganku.

“Kak Ron?” Ternyata kakak kelasku. Ronald.

Lalu dia membawaku menjauh dari kantin. Menghiburku di lapangan di belakang sekolah seperti yang biasa dia lakukan jika aku sedang sedih. Kenapa bukan Leon yang bersikap sebaik ini, Tuhan?


Versi Narasi:



Sudah lima menit mereka saling diam di kantin sekolah setelah Elisa, gadis murid SMA yang sedikit pemalu, memberanikan diri untuk menyapa Leon. Murid lelaki yang dia sukai sejak setahun yang lalu.

Leon dan Elisa berteman sejak kelas 1 SMA sampai kini mereka duduk di kelas 2. Tapi Leon selalu bersikap dan berkata kasar pada Elisa. Tapi tak ada yang mengalahkan rasa cinta muda. Batu pun bisa dijadikan bantal tidur jika itu tentang seseorang yang jatuh cinta di masa muda. Begitu pula dengan Elisa yang manis. Sikapnya selalu manis pada Leon.

Setelah beberapa saat, Leon memaksa Elisa  untuk mengungkapkan maksudnya. Remaja berusia tujuh belas tahun itu bahkan meninggikan suaranya, hingga kini mereka menjadi tontonan teman sebaya dan kakak kelasnya di kantin sekolah. Elisa yang malang, dia sudah salah memilih tempat untuk mengungkapkan cinta.

DI jam istirahat sekolah ini, sebenarnya Elisa sudah merencanakan kejutan untuk Leon. Ucapan selamat ulang tahun dan sebuah CD musik dari band favorit Leon. Gadis berambut hitam legam sebahu itu mengira Leon akan terkesan dengan kejutannya dan mulai merubah sikapnya. Setidaknya menjadi sedikit lebih ramah.

Tapi yang didapatinya hanyalah Leon dan sikap kasarnya yang selama ini akrab di hari-hari Elisa. Seolah tak punya hati, Leon membuang CD pemberian dari Elisa yang dikumpulkan dari beberapa minggu uang jajan. Dan dengan dinginnya dia berkata bahwa dia tak memerlukan ucapan selamat ulang tahun.
Elisa sedih dan dipermalukan.

Lalu tiba-tiba seseorang membawa Elisa pergi dari cacian di kantin sekolah. Ronald, kakak kelasnya.

Yang Elisa tidak tahu, Leon berterima kasih karena Ronald, sahabatnya sejak kecil yang juga menyukai Elisa, sudah menyelamatkan Elisa.

Setelah keadaan kantin kembali normal, Leon memungut CD pemberian Elisa dan membawanya pulang. Menumpuknya di kamar, seperti semua benda pemberian Elisa lainnya yang dia buang dan pungut kembali.

Oh, jiwa muda yang jatuh cinta susah dimengerti.







No comments:

Post a Comment